6 Kerusakan Valentine’s Day
Alhamdulillahilladzi hamdan katsiron thoyyiban mubarokan fih kama yuhibbu robbuna wa yardho. Allahumma sholli ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Banyak kalangan pasti sudah mengenal hari valentine (bahasa Inggris: Valentine’s Day). Hari tersebut dirayakan sebagai suatu perwujudan cinta kasih seseorang. Perwujudan yang bukan hanya untuk sepasang muda-mudi yang sedang jatuh cinta. Namun, hari tersebut memiliki makna yang lebih luas lagi. Di antaranya kasih sayang antara sesama, pasangan suami-istri, orang tua-anak, kakak-adik dan lainnya. Sehingga valentine’s day biasa disebut pula dengan hari kasih sayang.
Cikal Bakal Hari Valentine
Sebenarnya ada banyak versi yang tersebar berkenaan dengan asal-usul Valentine’s Day. Namun, pada umumnya kebanyakan orang mengetahui tentang peristiwa sejarah yang dimulai ketika dahulu kala bangsa Romawi memperingati suatu hari besar setiap tanggal 15 Februari yang dinamakan Lupercalia. Perayaan Lupercalia adalah rangkaian upacara pensucian di masa Romawi Kuno (13-18 Februari). Dua hari pertama, dipersembahkan untuk dewi cinta (queen of feverish love) Juno Februata. Pada hari ini, para pemuda mengundi nama–nama gadis di dalam kotak. Lalu setiap pemuda mengambil nama secara acak dan gadis yang namanya keluar harus menjadi pasangannya selama setahun untuk senang-senang dan dijadikan obyek hiburan. Pada 15 Februari, mereka meminta perlindungan dewa Lupercalia dari gangguan srigala. Selama upacara ini, kaum muda melecut orang dengan kulit binatang dan wanita berebut untuk dilecut karena anggapan lecutan itu akan membuat mereka menjadi lebih subur.
Ketika agama Kristen Katolik menjadi agama negara di Roma, penguasa Romawi dan para tokoh agama katolik Roma mengadopsi upacara ini dan mewarnainya dengan nuansa Kristiani, antara lain mengganti nama-nama gadis dengan nama-nama Paus atau Pastor. Di antara pendukungnya adalah Kaisar Konstantine dan Paus Gregory I (The Encyclopedia Britannica, sub judul: Christianity). Agar lebih mendekatkan lagi pada ajaran Kristen, pada 496 M Paus Gelasius I menjadikan upacara Romawi Kuno ini menjadi Hari Perayaan Gereja dengan nama Saint Valentine’s Day untuk menghormati St. Valentine yang kebetulan mati pada 14 Februari (The World Book Encyclopedia 1998).
Kaitan Hari Kasih Sayang dengan Valentine
The Catholic Encyclopedia Vol. XV sub judul St. Valentine menuliskan ada 3 nama Valentine yang mati pada 14 Februari, seorang di antaranya dilukiskan sebagai yang mati pada masa Romawi. Namun demikian tidak pernah ada penjelasan siapa “St. Valentine” yang dimaksud, juga dengan kisahnya yang tidak pernah diketahui ujung-pangkalnya karena tiap sumber mengisahkan cerita yang berbeda.
Menurut versi pertama, Kaisar Claudius II memerintahkan menangkap dan memenjarakan St. Valentine karena menyatakan Tuhannya adalah Isa Al-Masih dan menolak menyembah tuhan-tuhan orang Romawi. Orang-orang yang mendambakan doa St.Valentine lalu menulis surat dan menaruhnya di terali penjaranya.
Versi kedua menceritakan bahwa Kaisar Claudius II menganggap tentara muda bujangan lebih tabah dan kuat dalam medan peperangan daripada orang yang menikah. Kaisar lalu melarang para pemuda untuk menikah, namun St.Valentine melanggarnya dan diam-diam menikahkan banyak pemuda sehingga iapun ditangkap dan dihukum gantung pada 14 Februari 269 M (The World Book Encyclopedia, 1998).
Versi lainnya menceritakan bahwa sore hari sebelum Santo Valentinus akan gugur sebagai martir (mati sebagai pahlawan karena memperjuangkan kepercayaan), ia menulis sebuah pernyataan cinta kecil yang diberikannya kepada sipir penjaranya yang tertulis “Dari Valentinusmu”. (Sumber pembahasan di atas: http://id.wikipedia.org/ dan lain-lain)
Dari penjelasan di atas dapat kita tarik kesimpulan:
Valentine’s Day berasal dari upacara keagamaan Romawi Kuno yang penuh dengan paganisme dan kesyirikan.
Upacara Romawi Kuno di atas akhirnya dirubah menjadi hari perayaan gereja dengan nama Saint Valentine’s Day atas inisiatif Paus Gelasius I. Jadi acara valentine menjadi ritual agama Nashrani yang dirubah peringatannya menjadi tanggal 14 Februari, bertepatan dengan matinya St. Valentine.
Hari valentine juga adalah hari penghormatan kepada tokoh nashrani yang dianggap sebagai pejuang dan pembela cinta.
Pada perkembangannya di zaman modern saat ini, perayaan valentine disamarkan dengan dihiasi nama “hari kasih sayang”.
Sungguh ironis memang kondisi umat Islam saat ini. Sebagian orang mungkin sudah mengetahui kenyataan sejarah di atas. Seolah-olah mereka menutup mata dan menyatakan boleh-boleh saja merayakan hari valentine yang cikal bakal sebenarnya adalah ritual paganisme. Sudah sepatutnya kaum muslimin berpikir, tidak sepantasnya mereka merayakan hari tersebut setelah jelas-jelas nyata bahwa ritual valentine adalah ritual non muslim bahkan bermula dari ritual paganisme.
Selanjutnya kita akan melihat berbagai kerusakan yang ada di hari Valentine.
Kerusakan Pertama: Merayakan Valentine Berarti Meniru-niru Orang Kafir
Agama Islam telah melarang kita meniru-niru orang kafir (baca: tasyabbuh). Larangan ini terdapat dalam berbagai ayat, juga dapat ditemukan dalam beberapa sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan hal ini juga merupakan kesepakatan para ulama (baca: ijma’). Inilah yang disebutkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab beliau Iqtidho’ Ash Shiroth Al Mustaqim (Ta’liq: Dr. Nashir bin ‘Abdil Karim Al ‘Aql, terbitan Wizarotusy Syu’un Al Islamiyah).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan agar kita menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى لاَ يَصْبُغُونَ ، فَخَالِفُوهُمْ
“Sesungguhnya orang Yahudi dan Nashrani tidak mau merubah uban, maka selisihlah mereka.” (HR. Bukhari no. 3462 dan Muslim no. 2103) Hadits ini menunjukkan kepada kita agar menyelisihi orang Yahudi dan Nashrani secara umum dan di antara bentuk menyelisihi mereka adalah dalam masalah uban. (Iqtidho’, 1/185)
Dalam hadits lain, Rasulullah menjelaskan secara umum supaya kita tidak meniru-niru orang kafir. Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk bagian dari mereka.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud. Syaikhul Islam dalam Iqtidho’ [hal. 1/269] mengatakan bahwa sanad hadits ini jayid/bagus. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shohih sebagaiman dalam Irwa’ul Gholil no. 1269). Telah jelas di muka bahwa hari Valentine adalah perayaan paganisme, lalu diadopsi menjadi ritual agama Nashrani. Merayakannya berarti telah meniru-niru mereka.
Kerusakan Kedua: Menghadiri Perayaan Orang Kafir Bukan Ciri Orang Beriman
Allah Ta’ala sendiri telah mencirikan sifat orang-orang beriman. Mereka adalah orang-orang yang tidak menghadiri ritual atau perayaan orang-orang musyrik dan ini berarti tidak boleh umat Islam merayakan perayaan agama lain semacam valentine. Semoga ayat berikut bisa menjadi renungan bagi kita semua.
Allah Ta’ala berfirman,
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
“Dan orang-orang yang tidak menyaksikan perbuatan zur, dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaedah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya.” (QS. Al Furqon [25]: 72)
Ibnul Jauziy dalam Zaadul Maysir mengatakan bahwa ada 8 pendapat mengenai makna kalimat “tidak menyaksikan perbuatan zur”, pendapat yang ada ini tidaklah saling bertentangan karena pendapat-pendapat tersebut hanya menyampaikan macam-macam perbuatan zur. Di antara pendapat yang ada mengatakan bahwa “tidak menyaksikan perbuatan zur” adalah tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Inilah yang dikatakan oleh Ar Robi’ bin Anas.
Jadi, ayat di atas adalah pujian untuk orang yang tidak menghadiri perayaan orang musyrik. Jika tidak menghadiri perayaan tersebut adalah suatu hal yang terpuji, maka ini berarti melakukan perayaan tersebut adalah perbuatan yang sangat tercela dan termasuk ‘aib (Lihat Iqtidho’, 1/483). Jadi, merayakan Valentine’s Day bukanlah ciri orang beriman karena jelas-jelas hari tersebut bukanlah hari raya umat Islam.
Kerusakan Ketiga: Mengagungkan Sang Pejuang Cinta Akan Berkumpul Bersamanya di Hari Kiamat Nanti
Jika orang mencintai Allah dan Rasul-Nya, maka dia akan mendapatkan keutamaan berikut ini.
Dari Anas bin Malik, beliau mengatakan bahwa seseorang bertanya pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَتَّى السَّاعَةُ يَا رَسُولَ اللَّهِ
“Kapan terjadi hari kiamat, wahai Rasulullah?”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
مَا أَعْدَدْتَ لَهَا
“Apa yang telah engkau persiapkan untuk menghadapinya?”
Orang tersebut menjawab,
مَا أَعْدَدْتُ لَهَا مِنْ كَثِيرِ صَلاَةٍ وَلاَ صَوْمٍ وَلاَ صَدَقَةٍ ، وَلَكِنِّى أُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
“Aku tidaklah mempersiapkan untuk menghadapi hari tersebut dengan banyak shalat, banyak puasa dan banyak sedekah. Tetapi yang aku persiapkan adalah cinta Allah dan Rasul-Nya.”
Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata,
أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ
“(Kalau begitu) engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Dalam riwayat lain di Shohih Bukhari, Anas mengatakan,
فَمَا فَرِحْنَا بِشَىْءٍ فَرَحَنَا بِقَوْلِ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – « أَنْتَ مَعَ مَنْ أَحْبَبْتَ » . قَالَ أَنَسٌ فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kami tidaklah pernah merasa gembira sebagaimana rasa gembira kami ketika mendengar sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: Anta ma’a man ahbabta (Engkau akan bersama dengan orang yang engkau cintai).”
Anas pun mengatakan,
فَأَنَا أُحِبُّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ ، وَأَرْجُو أَنْ أَكُونَ مَعَهُمْ بِحُبِّى إِيَّاهُمْ ، وَإِنْ لَمْ أَعْمَلْ بِمِثْلِ أَعْمَالِهِمْ
“Kalau begitu aku mencintai Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Abu Bakar, dan ‘Umar. Aku berharap bisa bersama dengan mereka karena kecintaanku pada mereka, walaupun aku tidak bisa beramal seperti amalan mereka.”
Bandingkan, bagaimana jika yang dicintai dan diagungkan adalah seorang tokoh Nashrani yang dianggap sebagai pembela dan pejuang cinta di saat raja melarang menikahkan para pemuda. Valentine-lah sebagai pahlawan dan pejuang ketika itu. Lihatlah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas: “Kalau begitu engkau bersama dengan orang yang engkau cintai”. Jika Anda seorang muslim, manakah yang Anda pilih, dikumpulkan bersama orang-orang sholeh ataukah bersama tokoh Nashrani yang jelas-jelas kafir?
Siapa yang mau dikumpulkan di hari kiamat bersama dengan orang-orang kafir[?] Semoga menjadi bahan renungan bagi Anda, wahai para pengagum Valentine!
Kerusakan Keempat: Ucapan Selamat Berakibat Terjerumus Dalam Kesyirikan dan Maksiat
“Valentine” sebenarnya berasal dari bahasa Latin yang berarti: “Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuat dan Yang Maha Kuasa”. Kata ini ditujukan kepada Nimrod dan Lupercus, tuhan orang Romawi. (Dari berbagai sumber)
Oleh karena itu disadari atau tidak, jika kita meminta orang menjadi “To be my valentine (Jadilah valentineku)”, berarti sama dengan kita meminta orang menjadi “Sang Maha Kuasa”. Jelas perbuatan ini merupakan kesyirikan yang besar, menyamakan makhluk dengan Sang Khalik, menghidupkan budaya pemujaan kepada berhala.
Kami pun telah kemukakan di awal bahwa hari valentine jelas-jelas adalah perayaan nashrani, bahkan semula adalah ritual paganisme. Oleh karena itu, mengucapkan selamat hari kasih sayang atau ucapan selamat dalam hari raya orang kafir lainnya adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama (baca: ijma’ kaum muslimin), sebagaimana hal ini dikemukakan oleh Ibnul Qoyyim rahimahullah dalam kitabnya Ahkamu Ahlidz Dzimmah (1/441, Asy Syamilah). Beliau rahimahullah mengatakan, “Adapun memberi ucapan selamat pada syi’ar-syi’ar kekufuran yang khusus bagi orang-orang kafir (seperti mengucapkan selamat natal atau selamat hari valentine, pen) adalah sesuatu yang diharamkan berdasarkan ijma’ (kesepakatan) kaum muslimin. Contohnya adalah memberi ucapan selamat pada hari raya dan puasa mereka seperti mengatakan, ‘Semoga hari ini adalah hari yang berkah bagimu’, atau dengan ucapan selamat pada hari besar mereka dan semacamnya. Kalau memang orang yang mengucapkan hal ini bisa selamat dari kekafiran, namun dia tidak akan lolos dari perkara yang diharamkan. Ucapan selamat hari raya seperti ini pada mereka sama saja dengan kita mengucapkan selamat atas sujud yang mereka lakukan pada salib, bahkan perbuatan seperti ini lebih besar dosanya di sisi Allah. Ucapan selamat semacam ini lebih dibenci oleh Allah dibanding seseorang memberi ucapan selamat pada orang yang minum minuman keras, membunuh jiwa, berzina, atau ucapan selamat pada maksiat lainnya.”
Kerusakan Kelima: Hari Kasih Sayang Menjadi Hari Semangat Berzina
Perayaan Valentine’s Day di masa sekarang ini mengalami pergeseran. Kalau di masa Romawi, sangat terkait erat dengan dunia para dewa dan mitologi sesat, kemudian di masa Kristen dijadikan bagian dari simbol perayaan hari agama, maka di masa sekarang ini identik dengan pergaulan bebas muda-mudi. Mulai dari yang paling sederhana seperti pesta, kencan, bertukar hadiah hingga penghalalan praktek zina secara legal. Semua dengan mengatasnamakan semangat cinta kasih.
Dalam semangat hari Valentine itu, ada semacam kepercayaan bahwa melakukan maksiat dan larangan-larangan agama seperti berpacaran, bergandeng tangan, berpelukan, berciuman, bahkan hubungan seksual di luar nikah di kalangan sesama remaja itu menjadi boleh. Alasannya, semua itu adalah ungkapan rasa kasih sayang. Na’udzu billah min dzalik.
Padahal mendekati zina saja haram, apalagi melakukannya. Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al Isro’ [17]: 32)
Dalam Tafsir Jalalain dikatakan bahwa larangan dalam ayat ini lebih keras daripada perkataan ‘Janganlah melakukannya’. Artinya bahwa jika kita mendekati zina saja tidak boleh, apalagi sampai melakukan zina, jelas-jelas lebih terlarang.
Kerusakan Keenam: Meniru Perbuatan Setan
Menjelang hari Valentine-lah berbagai ragam coklat, bunga, hadiah, kado dan souvenir laku keras. Berapa banyak duit yang dihambur-hamburkan ketika itu. Padahal sebenarnya harta tersebut masih bisa dibelanjakan untuk keperluan lain yang lebih bermanfaat atau malah bisa disedekahkan pada orang yang membutuhkan agar berbuah pahala. Namun, hawa nafsu berkehendak lain. Perbuatan setan lebih senang untuk diikuti daripada hal lainnya. Itulah pemborosan yang dilakukan ketika itu mungkin bisa bermilyar-milyar rupiah dihabiskan ketika itu oleh seluruh penduduk Indonesia, hanya demi merayakan hari Valentine. Tidakkah mereka memperhatikan firman Allah,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” (QS. Al Isro’ [17]: 26-27). Maksudnya adalah mereka menyerupai setan dalam hal ini. Ibnu Mas’ud dan Ibnu ‘Abbas mengatakan, “Tabdzir (pemborosan) adalah menginfakkan sesuatu pada jalan yang keliru.” (Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim)
Penutup
Itulah sebagian kerusakan yang ada di hari valentine, mulai dari paganisme, kesyirikan, ritual Nashrani, perzinaan dan pemborosan. Sebenarnya, cinta dan kasih sayang yang diagung-agungkan di hari tersebut adalah sesuatu yang semu yang akan merusak akhlak dan norma-norma agama. Perlu diketahui pula bahwa Valentine’s Day bukan hanya diingkari oleh pemuka Islam melainkan juga oleh agama lainnya. Sebagaimana berita yang kami peroleh dari internet bahwa hari Valentine juga diingkari di India yang mayoritas penduduknya beragama Hindu. Alasannya, karena hari valentine dapat merusak tatanan nilai dan norma kehidupan bermasyarakat. Kami katakan: “Hanya orang yang tertutup hatinya dan mempertuhankan hawa nafsu saja yang enggan menerima kebenaran.”
Oleh karena itu, kami ingatkan agar kaum muslimin tidak ikut-ikutan merayakan hari Valentine, tidak boleh mengucapkan selamat hari Valentine, juga tidak boleh membantu menyemarakkan acara ini dengan jual beli, mengirim kartu, mencetak, dan mensponsori acara tersebut karena ini termasuk tolong menolong dalam dosa dan kemaksiatan. Ingatlah, Setiap orang haruslah takut pada kemurkaan Allah Ta’ala. Semoga tulisan ini dapat tersebar pada kaum muslimin yang lainnya yang belum mengetahui. Semoga Allah memberi taufik dan hidayah kepada kita semua.
Alhamdulillahilladzi bi ni’matihi tatimmush sholihaat. Wa shollallahu ‘ala nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shohbihi wa sallam.
Panggang, Gunung Kidul, 12 Shofar 1430 H
Yang selalu mengharapkan ampunan dan rahmat Rabbnya
Sabtu, 13 Februari 2010
Rabu, 20 Januari 2010
" ADab KehIdupan "
* Adab Menuntut Ilmu *
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat, Amma ba’du:
Allah telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah:122)
Pada ayat tersebut, Allah membagi orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah mengangkat derajat kedua kelompok tersebut. (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Salim al Hilaliy hl:5-6)
Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda pula:
“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah dan bukan yang lainnya. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:11)
Hukum Menuntut Ilmu Syar’i
Menuntut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:21)
Penuntut Ilmu Hendaklah Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai Berikut:
Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah
Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah dan kampong akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa menuntut ilmu-yang mestinya untuk mencari wajah Allah-, tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :25)
Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; berpindahlah ia dari ketaatan yang paling afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah. Diriwayatkan dari Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata: “Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku.”
Dari Umar bin Dzar bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku! Mengapa orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis apabila orang lain yang menasehati mereka?” Ayahnya menjawab:” Wahai puteraku! Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita yang dibayar (untuk meratap). (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10)
Kedua: Memberantas Kebodohan Dirinya dan Orang Lain
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat untuk memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain, karena pada dasarnya manusia itu jahil (bodoh), sebagaimana firman Allah:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl:78)
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Ilmu itu tiada bandingannya bagi orang yang niatnya benar.” Mereka bertanya: ”Bagaimanakah hal itu?” Beliau menjawab: “Berniat memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 26-27)
Ketiga : Membela Syariat
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat membela syariat, karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syariat. Tiadalah yang membela syariat melainkan para pengemban syariat. Disamping itu, bid’ah juga selalu muncul silih berganti yang ada kalanya belum pernah terjadi pada jaman dahulu dan tidak ada dalam kitab-kitab sehingga tidak mungkin membela syariat kecuali para penuntut ilmu. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 27-28).
Alangkah banyaknya kitab dan alangkah banyak pula perbedaan didalamnya! Seorang muslim tidak lagi tahu apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia tinggalkan? Dari mana memulai dan dimana berakhir! (Wasiyyatu Muwaddi’, Husain Al ‘Awayisyah hal :29-30).
Keempat : Berlapang Dada Dalam Masalah Khilafiyah (Perbedaan Pendapat)
Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan salafush shalih dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 28-29) . Baca pula untuk masalah ini kitab Perpecahan Umat, karya: Dr Nasir al ‘Aql, penerbit Darul Haq Jakarta.
Kelima : Mengamalkan Ilmu atau Zakat Ilmu
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim)
Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72)
Keenam : Berdakwah Kepada Allah
Allah berfirman:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran:104)
Hendaklah mendakwahkan ilmunya kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik di masjid, di majlis-majlis, di pasar dan diberbagai kesempatan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :37-38).
Ketujuh : Hikmah
Hendaklah menghiasi dirinya dengan hikmah. Apabila kita menempuh cara ini pastilah kita mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah:
“Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS. Al Baqarah:269)
Al Hakim (orang yang bijaksana) adalah orang yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Allah telah menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah dalam firman-Nya :
“Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl:125)
Dan Alla menyebutkan pula tingkatan keempat tentang berdebat dengan ahli kitab dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang dzalim diantara mereka.” (QS. Al ‘Ankabut:46)
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:37-38)
Kedelapan : Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran slafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:40 dan 61)
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika aku belajar hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah keying sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “ Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah keying dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22-23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
Kesembilan : Menghormati dan Menghargai Ulama
Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur (alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
Hendaklah menghormati majlis (ilmu) dan menampakkan kesenangan terhadap pelajaran serta mengambil faedahnya. Apabila seorang syaikh (guru) melakukan suatu kesalahan atau kekeliruan maka janganlah hal itu membuatnya jatuh dihadapanmu, karena hal ini menjadikanmu tidak lagi mendapatkan ilmunya. Siapasih orang yang tidak pernah berbuat kesalahan.?
Jangan sekali-kali memancing kemarahannya dengan “Perang urat syaraf”, yaitu menguji kemampuan ilmu dan kesabarannya. Apabila hendak berguru ke orang lain maka mintalah ijin kepadanya, karena hal ini menjadikannya selalu menghormatimu, semakin cinta dan saying kepadamu.” (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal:36).
Kesepuluh : Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
1. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
2. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
3. Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda.
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
Kesebelas : At Tatsabbut dan Ats Tsabat
Termasuk adab terpenting yang wajib dimiliki oleh penuntut ilmu adalah; At Tatsabbut. Yang dimaksud dengan At Tatsabbut adalah berhati-hati dalam menukil berita dan ketika berbicara.
Adapun ats tsabat adalah sabar dan tabah untuk tidak bosan dan marah, dan agar tidak mengambil ilmu hanya secuil-secuil saja lalu ia tinggalkan, karena hal ini berdampak negatif dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :50)
Keduabelas : Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sehingga timbullah kesesatan karenanya. Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
Penulis: Al-Ustadz Abdullah Shaleh Al Hadrami
Maraji’:
- Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, hadiah dari kerajaan Saudi Arabia.
- Kitab Al Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
- Hilyah Tholibil Ilmi, karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid
- Hilyatul ‘Alim Al Mu’allim Wa Bulghatu Ath Thalib Al Muta’allim, karya Syaikh Salim bin Ied al Hilaliy
‘- Audah ‘Ila As Sunnah, karya Syaikh Ali Hasan al Attsariy
- Washiyyatu Muwaddi’, karya Syaikh Husain bin ‘Audah al ‘Awayisyah
..............................................................................
* Adab Terhadap Guru *
1.Seorang murid hendaknya tunduk kepada keinginan Mursidnya (shaikh) dan ta’at kepadanya dalam semua perintah dan nasihatnya, karena Guru Mursid memiliki lebih banyak pengalaman dan lebih banyak pengetahuan dalam haqiqat, dalam tariqat dan dalam shari'ah. Sebagaimana seorang yang sakit menyerahkan dirinya kepada dokternya untuk disembuhkan, begitu pula sang murid, sakit dalam adab dan kelakuannya, berserah diri kepada pengalaman shaikhnya agar supaya disembuhkan.
2.Seorang murid hendaknya tidak menentang cara sang Guru mengarahkan (memberi instruksi) dan mengendalikan sang murid. Setiap shaikh memiliki caranya tersendiri, yang diizinkan untuk digunakan oleh Guru nya (Gurunya Guru atau Kakek Guru). Imam Ibn Hajar al-Haythami mengatakan, "Barangsiapa membuka pintu kritik terhadap guru dan kelakuan (perlakuan) guru terhadap para murid akan dihukum dan akan diisolasi (dikucilkan) dari mendapatkan pengetahuan spiritual. Barangsiapa berkata kepada Gurunya, 'Mengapa?' tidak akan berhasil." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55]
3.Seorang murid hendaknya mengetahui bahwa Guru boleh jadi melakukan beberapa kesalahan, namun hal ini tidak menghalanginya dari mengangkat murid itu kepada Hadhirat Ilahi (Divine Presence). Jadi sang murid harus mema’afkan Guru, karena Guru bukanlah Nabi (s.a.w.) . Hanya Nabi (s.a.w.) bebas dari kesalahan. Meskipun jarang, seperti halnya dokter mungkin melakukan kesalahan dalam menangani seorang penderita (patient), begitu juga Guru membuat kesalahan dalam menangani penyakit spiritual murid, dan itu harus dima’afkan.
4.Seorang murid hendaknya menghormati dan memuliakan Guru baik dalam hadir maupun absennya, jika hanya karena Guru dapat melihat dengan mata hati (qalbu)nya. Dikatakan bahwa bila seseorang tidak gembira dengan perintah-perintah Gurunya, dan tidak mempertahankan kelakuan dan adabnya yang baik, (dia) tidak akan mempertahankan kelakuan baiknya terhadap al Qur’an dan dengan Sunnah Nabi (s.a.w.). Shaikh Abdul Qadir Jilani berkata, "Barangsiapa meng-kritik seorang wali, Allah akan menyebabkan (menjadikan) qalbunya layu."
5.Sang murid hendaknya jujur dan setia dengan kebersamaannya dengan Gurunya.
6.Dia hendaknya mencintai Gurunya dengan cinta luar biasa. Dia hendaknya tahu bahwa Gurunya akan membawanya sampai kepada Hadhirat Allah, Yang Agung (Almighty)
dan Tinggi (Exalted), dan kepada hadhirat Nabi (s.a.w.).
7.Dia hendaknya tidak melihat kepada selain Gurunya, meskipun dia tetap harus mempertahankan hormat kepada semua shaikh lainnya.
Adab External Murid
1.Dia hendaknya setuju dengan opini (pendapat) Gurunya secara keseluruhan, sebagaimana seorang penderita (patient) setuju dengan dokternya (physician).
2.Dia hendaknya berkelakuan baik dalam jama’ah Gurunya, dengan mencegah menguap, terbahak-bahak, meninggikan suaranya, berbicara tanpa perkenannya, melonjorkan kakinya, dan selalu duduk dalam sikap sopan
3.Dia hendaknya melayani Gurunya dan membuat dirinya se-berguna mungkin.
4.Dia hendaknya tidak menyebutkan dari khutbah Gurunya apa-apa yang tidak dimengerti oleh pendengar (jema’ah)nya. Ini mungkin membahayakan Gurunya dengan cara yang tidak disadari murid itu. Sayyidina cAli berkata, dalam sebuah hadith yang diberitakan dalam Bukhari, "Berkatalah kepada orang pada tingkatan yang mereka mengerti, karena engkau tidak ingin mereka menolak Allah dan Rasul (s.a.w.) Nya."
5.Dia hendaknya hadir dalam jama’ah Gurunya. Meskipun tinggal ditempat yang jauh, dia harus berusaha untuk datang sesering mungkin.
Ibn Hajar al-Haythami berkata, "Banyak orang, apabila mereka melihat petunjuk (Guru)nya keras di dalam hal fardhu dan Sunnah Nabi (s.a.w.), menuduh (Guru)nya terlalu ketat. Mereka mengatakan bahwa dia (Guru) shalat terlalu banyak atau mempertahankan Sunnah terlalu (ber)kukuh. Orang-orang ini tidak menyadari bahwa mereka sedang jatuh kepada kehancuran diri mereka sendiri. Berhati-hatilah dalam percaya kepada gerutuan ego-mu tentang keketatan Guru kepada penegakan shari'ah." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55.]
Abu Hafsa an-Nisaburi dikutip (quoted) dalam buku Shaikh as-Sulami's Tabaqat as-sufiyya, halaman 119, mengatakan: "Sufism terdiri dari adab [kelakuan baik]. Untuk setiap keadaan dan tingkat terdapat adab yang sesuai (dengan tingkat dan keadaan itu). Untuk setiap waktu terdapat kelakuan yang sesuai. Barangsiapa mempertahankan adab akan mencapat Maqam Insan Kamil (the Station of Manhood), dan barangsiapa meninggalkan adab akan dijauhkan dari keterterimaan ke dalam Hadhirat Allah (Allah's Divine Presence)."
Kelakuan Murid dengan sesama Saudara (Murid)
1.Dia hendaknya mempertahankan hormat untuk mereka baik dalam hadir maupun absennya, tidak mengihianati (ngrasani) nya.
2.Dia hendaknya memberikan nasihat kepada mereka apabila mereka membutuhkannya dengan maksud untuk memperkuat mereka. Nasihatnya kepada mereka hendaknya (diberikan) secara pribadi dan hendaknya penuh dengan kerendahan dan bebas dari kesombongan. Dia yang diberi nasihat hendaknya menerimanya, hendaknya berterima-kasih, dan hendaknya melaksanakan nasihat itu.
3.Dia hendaknya hanya berbaik sangka kepada saudaranya dan tidak mencari-cari kelakuan buruk mereka.
4.Dia hendaknya menerima permintaan ma’af mereka, bila mereka memintanya.
5.Dia hendaknya selalu dalam kedamaian dengan mereka.
6.Dia hendaknya membantu mereka bila sedang diserang.
7.Dia hendaknya tidak meminta menjadi pemimpin mereka, hanya menjadi sesama saudara dengan mereka.
8.Dia hendaknya memperlihatkan kerendahan hati kepada mereka sejauh mungkin. Nabi (s.a.w.) berkata, "Pemimpin suatu kaum adalah mereka yang melayani kaumnya itu."
Kelakuan baik dari murid sesungguhnya tiada batasnya. Dia hendaknya selalu berusaha keras (jihad) dan membuat kemajuan dengan Gurunya, dengan sesama saudaranya, dengan masyarakatnya, dan dengan Bangsanya, karena Allah selalu memperhatikan dia, Nabi (s.a.w.) selalu memperhatikan dia, Guru selalu memperhatikan dia, dan para Guru-Guru yang telah mendahului mereka selalu memperhatikan mereka. Dengan kemajuan yang tetap, hari demi hari, dia akan mencapai Keadaan Kesempurnaan (the State of Perfection) dengan petunjuk dan bantuan Gurunya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Assalamualaikum Wr.Wb
Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta’ala, shalawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat dan pengikut setia mereka sampai hari kiamat, Amma ba’du:
Allah telah menjaga pertahanan kaum muslimin dengan mujahidin (orang-orang yang berjihad) dan menjaga syariat Islam dengan para penuntut ilmu, sebagaimana dalam firman-Nya:
“Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At Taubah:122)
Pada ayat tersebut, Allah membagi orang-orang yang beriman menjadi dua kelompok, mewajibkan kepada salah satunya berjihad fi sabilillah dan kepada yang lainnya mempelajari ilmu agama. Sehingga tidak berangkat untuk berjihad semuanya karena hal ini menyebabkan rusaknya syariat dan hilangnya ilmu, dan tidak pula menuntut ilmu semuanya sehingga orang-orang kafir akan mengalahkan agama ini. Karena itulah Allah mengangkat derajat kedua kelompok tersebut. (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Salim al Hilaliy hl:5-6)
Yang dimaksud dengan ilmu tersebut adalah ilmu syar’i, yaitu ilmu yang Allah turunkan kepada Nabi-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam berupa keterangan dan petunjuk. Jadi ilmu yang dipuji dan disanjung adalah ilmu wahyu, ilmu yang Allah turunkan saja. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa yang Allah menghendaki padanya kebaikan maka Dia akan menjadikannya mengerti masalah agama.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Beliau Shalallahu ‘Alaihi Wassalam bersabda pula:
“Sesungguhnya para nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, hanya saja mereka mewariskan ilmu. Maka barangsiapa mengambilnya berarti ia mengambil nasib (bagian) yang banyak.” (HR. Abu Dawud dan At Tirmidzi)
Sebagaimana telah kita ketahui bahwasanya yang diwariskan oleh para nabi adalah ilmu syariat Allah dan bukan yang lainnya. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:11)
Hukum Menuntut Ilmu Syar’i
Menuntut ilmu syar’i adalah fardlu kifayah yaitu apabila telah mencukupi (para penuntut ilmu) maka bagi yang lain hukumnya adalah sunnah, namun bisa juga menjadi wajib bagi tiap orang atau fardlu ‘ain yaitu ilmu tentang ibadah atau muamalah yang hendak ia kerjakan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:21)
Penuntut Ilmu Hendaklah Menghiasi Dirinya Dengan Adab-Adab Sebagai Berikut:
Pertama: Mengikhlaskan Niat Hanya Karena Allah
Hendaklah dalam menuntut ilmu niatnya adalah wajah Allah dan kampong akhirat, sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Barangsiapa menuntut ilmu-yang mestinya untuk mencari wajah Allah-, tiadalah ia mempelajarinya melainkan hanya untuk mendapatkan bagian dari dunia, pasti ia tidak akan mendapatkan bau surga pada hari kiamat.” (HR. Ahmad dll). Ini adalah ancaman yang keras. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :25)
Apabila ilmu telah kehilangan niat yang ikhlas; berpindahlah ia dari ketaatan yang paling afdhal menjadi penyimpangan yang paling rendah. Diriwayatkan dari Sufyan ats Tsauri rahimahullah berkata: “Tiadalah aku mengobati sesuatu yang lebih berat dari niatku.”
Dari Umar bin Dzar bahwasanya ia berkata kepada ayahnya: “Wahai ayahku! Mengapa orang-orang menangis apabila ayah menasehati mereka, sedang mereka tidak menangis apabila orang lain yang menasehati mereka?” Ayahnya menjawab:” Wahai puteraku! Tidak sama ratapan seorang ibu yang ditinggal mati anaknya dengan ratapan wanita yang dibayar (untuk meratap). (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal: 9-10)
Kedua: Memberantas Kebodohan Dirinya dan Orang Lain
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat untuk memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain, karena pada dasarnya manusia itu jahil (bodoh), sebagaimana firman Allah:
“Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.” (QS. An Nahl:78)
Imam Ahmad rahimahullah berkata:
“Ilmu itu tiada bandingannya bagi orang yang niatnya benar.” Mereka bertanya: ”Bagaimanakah hal itu?” Beliau menjawab: “Berniat memberantas kebodohan dari dirinya dan dari orang lain.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 26-27)
Ketiga : Membela Syariat
Hendaklah dalam menuntut ilmu berniat membela syariat, karena kitab-kitab tidak mungkin bisa membela syariat. Tiadalah yang membela syariat melainkan para pengemban syariat. Disamping itu, bid’ah juga selalu muncul silih berganti yang ada kalanya belum pernah terjadi pada jaman dahulu dan tidak ada dalam kitab-kitab sehingga tidak mungkin membela syariat kecuali para penuntut ilmu. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 27-28).
Alangkah banyaknya kitab dan alangkah banyak pula perbedaan didalamnya! Seorang muslim tidak lagi tahu apa yang harus ia ambil dan apa yang harus ia tinggalkan? Dari mana memulai dan dimana berakhir! (Wasiyyatu Muwaddi’, Husain Al ‘Awayisyah hal :29-30).
Keempat : Berlapang Dada Dalam Masalah Khilafiyah (Perbedaan Pendapat)
Hendaklah selalu berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat yang bersumber dari ijtihad. Yaitu permasalahan yang memungkinkan seseorang berpendapat dan terbuka kemungkinan untuk berbeda. Adapun siapa saja yang menyelisihi jalan salafush shalih dalam masalah aqidah maka hal ini tidak bisa diterima dan ditolelir. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 28-29) . Baca pula untuk masalah ini kitab Perpecahan Umat, karya: Dr Nasir al ‘Aql, penerbit Darul Haq Jakarta.
Kelima : Mengamalkan Ilmu atau Zakat Ilmu
Hendaklah para penuntut ilmu mengamalkan ilmunya, baik berupa aqidah, ibadah, akhlak, adab dan muamalah, karena hal ini adalah merupakan hasil dan buah dari ilmu itu. Pengemban ilmu itu seperti pembawa senjata; Bisa berguna dan bisa pula mencelakakan sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam:
“Al Qur’an itu membelamu atau mencelakakanmu.” (HR. Muslim)
Membelamu apabila kamu amalkan dan mencelakakanmu apabila tidak kamu amalkan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:32)
Karena keutamaan ilmu itulah ia semakin bertambah dengan banyaknya nafkah (diamalkan dan diajarkan) dan berkurang apabila kita saying (tidak diamalkan dan diajarkan) serta yang merusaknya adalah al kitman (menyembunyikan ilmu). (Hiyah Tholibil Ilmi, Bakr Abu Zaid hal :72)
Keenam : Berdakwah Kepada Allah
Allah berfirman:
“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang mungkar; mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran:104)
Hendaklah mendakwahkan ilmunya kepada Allah dalam berbagai kesempatan, baik di masjid, di majlis-majlis, di pasar dan diberbagai kesempatan. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :37-38).
Ketujuh : Hikmah
Hendaklah menghiasi dirinya dengan hikmah. Apabila kita menempuh cara ini pastilah kita mendapatkan kebaikan yang sangat banyak, sebagaimana firman Allah:
“Dan barangsiapa yang dianugerahi al hikmah itu, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak.” (QS. Al Baqarah:269)
Al Hakim (orang yang bijaksana) adalah orang yang menempatkan sesuatu pada tempatnya. Allah telah menyebutkan tingkatan-tingkatan dakwah dalam firman-Nya :
“Serulah (manusia) kejalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.” (QS. An Nahl:125)
Dan Alla menyebutkan pula tingkatan keempat tentang berdebat dengan ahli kitab dalam firman-Nya:
“Dan janganlah kamu berdebat dengan ahli kitab, melainkan dengan cara yang paling baik, kecuali dengan orang-orang dzalim diantara mereka.” (QS. Al ‘Ankabut:46)
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:37-38)
Kedelapan : Sabar Dalam Menuntut Ilmu
Hendaklah sabar dalam menuntut ilmu, tidak terputus (ditengah jalan) dan tidak pula bosan, bahkan terus menerus menuntut ilmu semampunya. Kisah tentang kesabaran slafush shalih dalam menuntut ilmu sangatlah banyak, sebagaimana diriwayatkan dari Ibnu ‘Abbas radhiallahu anhuma bahwa beliau ditanya oleh seseorang: “Dengan apa anda bisa mendapatkan ilmu?” Beliau menjawab: “Dengan lisan yang selalu bertanya dan hati yang selalu memahami serta badan yang tidak pernah bosan.” (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal:40 dan 61)
Bahkan sebagian dari mereka (salafus shalih) merasakan sakit yang menyebabkannya tidak bisa bangun dikarenakan tertinggal satu hadits saja. Sebagaimana terjadi kepada Syu’bah bin al Hajjaj rahimahullah, ia berkata: “Ketika aku belajar hadits dan tertinggal (satu hadits) maka akupun menjadi sakit.”
Barangsiapa mengetahui keutamaan ilmu dan merasakan kelezatannya pastilah ia selalu ingin menambah dan mengupayakannya, ia selalu lapar (ilmu) dan tidak pernah keying sebagaimana sabda Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam: “ Ada dua kelompok manusia yang selalu lapar dan tidak pernah kenyang: orang yang lapar ilmu tidak pernah keying dan orang yang lapar dunia tidak pernah keying pula.” (HR. Al Hakim dll dengan sanad tsabit) (Hilyah al ‘Alim al Mu’allim, Syaikh Salim al Hialaliy hal 22-23)
Abu al ‘Aliyah rahimahullah menuturkan:”Kami mendengar riwayat (hadits) dari Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sedang kami berada di Basrah (Iraq), lalu kamipun tidak puas sehingga kami berangkat ke kota Madinah agar mendengar dari mulut mereka (para perawinya) secara langsung.” (‘Audah ila as Sunnah, Syaikh Ali Hasan al Atsariy hal 44).
Kesembilan : Menghormati dan Menghargai Ulama
Hendaklah para penuntut ilmu menghormati dan menghargai para ulama dan berlapang dada dalam menyikapi perbedaan pendapat diantara mereka serta memberi udzur (alasan) kepada para ulama yang menurut keyakinan mereka telah berbuat kesalahan. Ini adalah masalah yang sangat penting, karena sebagian orang sengaja mencari-cari kesalahan orang lain untuk menjatuhkan mereka dimata masyarakat. Ini adalah kesalahan terbesar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal 41).
Hendaklah menghormati majlis (ilmu) dan menampakkan kesenangan terhadap pelajaran serta mengambil faedahnya. Apabila seorang syaikh (guru) melakukan suatu kesalahan atau kekeliruan maka janganlah hal itu membuatnya jatuh dihadapanmu, karena hal ini menjadikanmu tidak lagi mendapatkan ilmunya. Siapasih orang yang tidak pernah berbuat kesalahan.?
Jangan sekali-kali memancing kemarahannya dengan “Perang urat syaraf”, yaitu menguji kemampuan ilmu dan kesabarannya. Apabila hendak berguru ke orang lain maka mintalah ijin kepadanya, karena hal ini menjadikannya selalu menghormatimu, semakin cinta dan saying kepadamu.” (Hilyah Tholibil ‘Ilmi, Bakr Abu Zaid hal:36).
Kesepuluh : Memegang Teguh Al Kitab dan As Sunnah
Wajib bagi para penuntut ilmu untuk mengambil ilmu dari sumbernya yang tidak mungkin seseorang sukses bila tidak memulai darinya, yaitu:
1. Al-Qur’anul Karim; Wajib bagi para penuntut ilmu untuk berupaya membaca, menghafal, memahami dan mengamalkannya.
2. As Sunnah As Shahihah; Ini adalah sumber kedua syariat Islam (setelah Al Qur’an) dan penjelas al Qur’an Karim.
3. Sumber ketiga adalah ucapan para ulama, janganlah anda menyepelekan ucapan para ulama karena mereka lebih mantap ilmunya dari anda.
(Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :43,44, dan 45)
Kesebelas : At Tatsabbut dan Ats Tsabat
Termasuk adab terpenting yang wajib dimiliki oleh penuntut ilmu adalah; At Tatsabbut. Yang dimaksud dengan At Tatsabbut adalah berhati-hati dalam menukil berita dan ketika berbicara.
Adapun ats tsabat adalah sabar dan tabah untuk tidak bosan dan marah, dan agar tidak mengambil ilmu hanya secuil-secuil saja lalu ia tinggalkan, karena hal ini berdampak negatif dan menyia-nyiakan waktu tanpa faedah. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hl :50)
Keduabelas : Berupaya Untuk Memahami Maksud Allah dan Rasul-Nya
Termasuk adab terpenting pula adalah masalah pemahaman tentang maksud Allah dan juga maksud Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam; Karena banyak orang yang diberi ilmu namun tidak diberi pemahaman. Tidak cukup hanya menghapal al Qur’an dan hadits saja tanpa memahaminya, jadi harus dipahami maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam. Alangkah banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh kaum yang berdalil dengan nash-nash yang tidak sesuai dengan maksud Allah dan Rasul-Nya Shalallahu ‘Alaihi Wassalam sehingga timbullah kesesatan karenanya. Kesalahan dalam pemahaman lebih berbahaya dari pada kesalahan dikarenakan kebodohan. Seorang yang jahil (bodoh) apabila melakukan kesalahan dikarenakan kebodohannya ia akan segera menyadarinya dan belajar, adapun seorang yang salah dalam memahami sesuatu ia tidak akan pernah merasa salah dan bahkan selalu merasa benar. (Kitab al ‘Ilmi, Syaikh Utsaimin hal :52)
Inilah sebagian dari adab yang harus dimiliki oleh para penuntut ilmu agar menjadi suri tauladan yang baik dan mendapatkan kesuksesan di dunia dan di akhirat, amien.
Penulis: Al-Ustadz Abdullah Shaleh Al Hadrami
Maraji’:
- Al Qur’anul Karim dan Terjemahannya, hadiah dari kerajaan Saudi Arabia.
- Kitab Al Ilmi, karya Syaikh Muhammad bin Shalih al Utsaimin
- Hilyah Tholibil Ilmi, karya Syaikh Bakr bin Abdillah Abu Zaid
- Hilyatul ‘Alim Al Mu’allim Wa Bulghatu Ath Thalib Al Muta’allim, karya Syaikh Salim bin Ied al Hilaliy
‘- Audah ‘Ila As Sunnah, karya Syaikh Ali Hasan al Attsariy
- Washiyyatu Muwaddi’, karya Syaikh Husain bin ‘Audah al ‘Awayisyah
..............................................................................
* Adab Terhadap Guru *
1.Seorang murid hendaknya tunduk kepada keinginan Mursidnya (shaikh) dan ta’at kepadanya dalam semua perintah dan nasihatnya, karena Guru Mursid memiliki lebih banyak pengalaman dan lebih banyak pengetahuan dalam haqiqat, dalam tariqat dan dalam shari'ah. Sebagaimana seorang yang sakit menyerahkan dirinya kepada dokternya untuk disembuhkan, begitu pula sang murid, sakit dalam adab dan kelakuannya, berserah diri kepada pengalaman shaikhnya agar supaya disembuhkan.
2.Seorang murid hendaknya tidak menentang cara sang Guru mengarahkan (memberi instruksi) dan mengendalikan sang murid. Setiap shaikh memiliki caranya tersendiri, yang diizinkan untuk digunakan oleh Guru nya (Gurunya Guru atau Kakek Guru). Imam Ibn Hajar al-Haythami mengatakan, "Barangsiapa membuka pintu kritik terhadap guru dan kelakuan (perlakuan) guru terhadap para murid akan dihukum dan akan diisolasi (dikucilkan) dari mendapatkan pengetahuan spiritual. Barangsiapa berkata kepada Gurunya, 'Mengapa?' tidak akan berhasil." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55]
3.Seorang murid hendaknya mengetahui bahwa Guru boleh jadi melakukan beberapa kesalahan, namun hal ini tidak menghalanginya dari mengangkat murid itu kepada Hadhirat Ilahi (Divine Presence). Jadi sang murid harus mema’afkan Guru, karena Guru bukanlah Nabi (s.a.w.) . Hanya Nabi (s.a.w.) bebas dari kesalahan. Meskipun jarang, seperti halnya dokter mungkin melakukan kesalahan dalam menangani seorang penderita (patient), begitu juga Guru membuat kesalahan dalam menangani penyakit spiritual murid, dan itu harus dima’afkan.
4.Seorang murid hendaknya menghormati dan memuliakan Guru baik dalam hadir maupun absennya, jika hanya karena Guru dapat melihat dengan mata hati (qalbu)nya. Dikatakan bahwa bila seseorang tidak gembira dengan perintah-perintah Gurunya, dan tidak mempertahankan kelakuan dan adabnya yang baik, (dia) tidak akan mempertahankan kelakuan baiknya terhadap al Qur’an dan dengan Sunnah Nabi (s.a.w.). Shaikh Abdul Qadir Jilani berkata, "Barangsiapa meng-kritik seorang wali, Allah akan menyebabkan (menjadikan) qalbunya layu."
5.Sang murid hendaknya jujur dan setia dengan kebersamaannya dengan Gurunya.
6.Dia hendaknya mencintai Gurunya dengan cinta luar biasa. Dia hendaknya tahu bahwa Gurunya akan membawanya sampai kepada Hadhirat Allah, Yang Agung (Almighty)
dan Tinggi (Exalted), dan kepada hadhirat Nabi (s.a.w.).
7.Dia hendaknya tidak melihat kepada selain Gurunya, meskipun dia tetap harus mempertahankan hormat kepada semua shaikh lainnya.
Adab External Murid
1.Dia hendaknya setuju dengan opini (pendapat) Gurunya secara keseluruhan, sebagaimana seorang penderita (patient) setuju dengan dokternya (physician).
2.Dia hendaknya berkelakuan baik dalam jama’ah Gurunya, dengan mencegah menguap, terbahak-bahak, meninggikan suaranya, berbicara tanpa perkenannya, melonjorkan kakinya, dan selalu duduk dalam sikap sopan
3.Dia hendaknya melayani Gurunya dan membuat dirinya se-berguna mungkin.
4.Dia hendaknya tidak menyebutkan dari khutbah Gurunya apa-apa yang tidak dimengerti oleh pendengar (jema’ah)nya. Ini mungkin membahayakan Gurunya dengan cara yang tidak disadari murid itu. Sayyidina cAli berkata, dalam sebuah hadith yang diberitakan dalam Bukhari, "Berkatalah kepada orang pada tingkatan yang mereka mengerti, karena engkau tidak ingin mereka menolak Allah dan Rasul (s.a.w.) Nya."
5.Dia hendaknya hadir dalam jama’ah Gurunya. Meskipun tinggal ditempat yang jauh, dia harus berusaha untuk datang sesering mungkin.
Ibn Hajar al-Haythami berkata, "Banyak orang, apabila mereka melihat petunjuk (Guru)nya keras di dalam hal fardhu dan Sunnah Nabi (s.a.w.), menuduh (Guru)nya terlalu ketat. Mereka mengatakan bahwa dia (Guru) shalat terlalu banyak atau mempertahankan Sunnah terlalu (ber)kukuh. Orang-orang ini tidak menyadari bahwa mereka sedang jatuh kepada kehancuran diri mereka sendiri. Berhati-hatilah dalam percaya kepada gerutuan ego-mu tentang keketatan Guru kepada penegakan shari'ah." [al-Fatawa al-Hadithiyya, halaman 55.]
Abu Hafsa an-Nisaburi dikutip (quoted) dalam buku Shaikh as-Sulami's Tabaqat as-sufiyya, halaman 119, mengatakan: "Sufism terdiri dari adab [kelakuan baik]. Untuk setiap keadaan dan tingkat terdapat adab yang sesuai (dengan tingkat dan keadaan itu). Untuk setiap waktu terdapat kelakuan yang sesuai. Barangsiapa mempertahankan adab akan mencapat Maqam Insan Kamil (the Station of Manhood), dan barangsiapa meninggalkan adab akan dijauhkan dari keterterimaan ke dalam Hadhirat Allah (Allah's Divine Presence)."
Kelakuan Murid dengan sesama Saudara (Murid)
1.Dia hendaknya mempertahankan hormat untuk mereka baik dalam hadir maupun absennya, tidak mengihianati (ngrasani) nya.
2.Dia hendaknya memberikan nasihat kepada mereka apabila mereka membutuhkannya dengan maksud untuk memperkuat mereka. Nasihatnya kepada mereka hendaknya (diberikan) secara pribadi dan hendaknya penuh dengan kerendahan dan bebas dari kesombongan. Dia yang diberi nasihat hendaknya menerimanya, hendaknya berterima-kasih, dan hendaknya melaksanakan nasihat itu.
3.Dia hendaknya hanya berbaik sangka kepada saudaranya dan tidak mencari-cari kelakuan buruk mereka.
4.Dia hendaknya menerima permintaan ma’af mereka, bila mereka memintanya.
5.Dia hendaknya selalu dalam kedamaian dengan mereka.
6.Dia hendaknya membantu mereka bila sedang diserang.
7.Dia hendaknya tidak meminta menjadi pemimpin mereka, hanya menjadi sesama saudara dengan mereka.
8.Dia hendaknya memperlihatkan kerendahan hati kepada mereka sejauh mungkin. Nabi (s.a.w.) berkata, "Pemimpin suatu kaum adalah mereka yang melayani kaumnya itu."
Kelakuan baik dari murid sesungguhnya tiada batasnya. Dia hendaknya selalu berusaha keras (jihad) dan membuat kemajuan dengan Gurunya, dengan sesama saudaranya, dengan masyarakatnya, dan dengan Bangsanya, karena Allah selalu memperhatikan dia, Nabi (s.a.w.) selalu memperhatikan dia, Guru selalu memperhatikan dia, dan para Guru-Guru yang telah mendahului mereka selalu memperhatikan mereka. Dengan kemajuan yang tetap, hari demi hari, dia akan mencapai Keadaan Kesempurnaan (the State of Perfection) dengan petunjuk dan bantuan Gurunya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Rabu, 13 Januari 2010
"" cIk,, Acikk LiBurAn dii PuLAu KApuk ""
"" PleNtang .. PlenTong... ""
.. TinG.. Tung...
:: Huamzz...
Asekkk,, LBuR tlaH usAii,, LbUR tLaH uSaiii..
Horray.. Horray.. hoRRay :D
LbuR emnk uDh slese,,
weTS,,, tpiii Wlo.Pun ng jDii LbuRAn k LuaR kuTo eghh MKsd'A kota..
: lBuRAn Klii Nii ttp d' best Kok ..
.. yah,, YAh...
pulaU Kpuk d' best.lah..
ng PRlu ngLuarIn Uang Yng Gede Plus UdH Ad tv at Dvd plus mKanN non Stop..
(aP cBa Ng enak"a ??)
:: WelL,, lbRan PRtma d AwaLi aMa yNg Nm'a Taon BrU..
BkAr SatE,, JAgung ,, empek_empek.. At BkaR orang Plus rMahny ( nG kok ) :)
tngaH mLem MameRin SuaRA Yng Khas Ampe TtNgga biLang ( aDuhh,, mBakk Volumeny Bsa d kciLin ng?? AnaGh saYa nG bSa tduR ))
hha..
:; itU Gra-Gra sii Panji & Sandi..
mLem taon Bru ng.Band d tRas rmah Nenek..
( tPii, Untung'a KeL q Ska BngeT NgelUarin JriTAn kHas mReka. dan lagi" hNya Bsa trsnYum :)
:: jess... Juus... jIss...
Jm 12 Mlem.. sii NanG bLi kMbanG api pLus MerCon Yng gDe..
hUh syang'a lngIt kOta tq BrshBt Alias Hujan :(
JAdiLah,, Kmi memBngunkan TtnGga yG nG taon bRuan dan lagi"
( Mav pak,, istRi saya Lgi sakit. bsa Ng KalO nG pk mercOn?? ) uJar sii kakek dgNt Logat dusun'a
( Lah,, Inikan taUn Baru Pak. seTauN seKali) jawAb Nang q KmbLi.
Dan Akhirny.. pretttttt..........
PreTTTTtt......... JIssss..... jusssssss...... Jas.... ( nG jlas ding !!! @_@ )
SuaRA gemUrUh pRtanDa Harii Bru d muLai..
DAn Sgra aq mreBhkN dRi d aTs kSuR tdR.q yng Super duper bNgt .. :_
SmBiL bRhRp sEsuatu :)
:; Esok,,, Dan eSokk. dan esokNya..
HOrree.... Sii Mimi TrakTr & nGajakIn jalAn" mUter" kOta TrciNtoh nii.
Jiahh.. Ujung"a mSh k PUlaU KpuK .. tpii,, nIi Lburan Khas BnGt .
KrNa bru sKLi ni LbRan d PuLau Kpuk tpii Ngrasa nYamam,, Damaii, plus Mangstabbb :)
:: hMmt.. Kek'a Ckup Deh. UdH cPegh Plus uDh kek nLis diAry aja ')
Nah,, Drii CriTa ini Dpt d tRik KsmPLan Bhwa
"PULAU KAPUK LIBURAN HEMATKU "
Hahahhahahhaha ;)
.. TinG.. Tung...
:: Huamzz...
Asekkk,, LBuR tlaH usAii,, LbUR tLaH uSaiii..
Horray.. Horray.. hoRRay :D
LbuR emnk uDh slese,,
weTS,,, tpiii Wlo.Pun ng jDii LbuRAn k LuaR kuTo eghh MKsd'A kota..
: lBuRAn Klii Nii ttp d' best Kok ..
.. yah,, YAh...
pulaU Kpuk d' best.lah..
ng PRlu ngLuarIn Uang Yng Gede Plus UdH Ad tv at Dvd plus mKanN non Stop..
(aP cBa Ng enak"a ??)
:: WelL,, lbRan PRtma d AwaLi aMa yNg Nm'a Taon BrU..
BkAr SatE,, JAgung ,, empek_empek.. At BkaR orang Plus rMahny ( nG kok ) :)
tngaH mLem MameRin SuaRA Yng Khas Ampe TtNgga biLang ( aDuhh,, mBakk Volumeny Bsa d kciLin ng?? AnaGh saYa nG bSa tduR ))
hha..
:; itU Gra-Gra sii Panji & Sandi..
mLem taon Bru ng.Band d tRas rmah Nenek..
( tPii, Untung'a KeL q Ska BngeT NgelUarin JriTAn kHas mReka. dan lagi" hNya Bsa trsnYum :)
:: jess... Juus... jIss...
Jm 12 Mlem.. sii NanG bLi kMbanG api pLus MerCon Yng gDe..
hUh syang'a lngIt kOta tq BrshBt Alias Hujan :(
JAdiLah,, Kmi memBngunkan TtnGga yG nG taon bRuan dan lagi"
( Mav pak,, istRi saya Lgi sakit. bsa Ng KalO nG pk mercOn?? ) uJar sii kakek dgNt Logat dusun'a
( Lah,, Inikan taUn Baru Pak. seTauN seKali) jawAb Nang q KmbLi.
Dan Akhirny.. pretttttt..........
PreTTTTtt......... JIssss..... jusssssss...... Jas.... ( nG jlas ding !!! @_@ )
SuaRA gemUrUh pRtanDa Harii Bru d muLai..
DAn Sgra aq mreBhkN dRi d aTs kSuR tdR.q yng Super duper bNgt .. :_
SmBiL bRhRp sEsuatu :)
:; Esok,,, Dan eSokk. dan esokNya..
HOrree.... Sii Mimi TrakTr & nGajakIn jalAn" mUter" kOta TrciNtoh nii.
Jiahh.. Ujung"a mSh k PUlaU KpuK .. tpii,, nIi Lburan Khas BnGt .
KrNa bru sKLi ni LbRan d PuLau Kpuk tpii Ngrasa nYamam,, Damaii, plus Mangstabbb :)
:: hMmt.. Kek'a Ckup Deh. UdH cPegh Plus uDh kek nLis diAry aja ')
Nah,, Drii CriTa ini Dpt d tRik KsmPLan Bhwa
"PULAU KAPUK LIBURAN HEMATKU "
Hahahhahahhaha ;)
Langganan:
Postingan (Atom)